Memuliakan Guru, Ustadz
Belajar atau menuntut ilmu memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan para murid maupun santri. Mereka yang benar-benar bersungguh-sungguh untuk terus belajar ketika berada di masa pendidikan, memiliki banyak kemungkinan untuk bisa paham dan menguasai materi-materi yang mereka pelajari.
Salah satu pesan yang dicatat oleh Imam Burhanuddin Az-Zarmuji dalam salah satu karyanya, ia mengatakan bahwa seorang pelajar, murid, santri tidak pernah mendapatkan ilmu jika tidak memuliakan orang yang berilmu, dan guru serta ustaznya.
Merujuk pada kitab Ta’lim Muta’allim, Imam Burhanuddin Az-Zarmuji pernah bercerita bahwa di negara Bukhara terdapat seorang ulama besar yang duduk di suatu majlis ilmu. Di tengah-tengah pengajian itu, dia terkadang berdiri sambil menundukkan kepalanya. Tentu perbuatan itu membuat para jamaah yang lain heran dan penuh tanda tanya. Namun tanpa disangka, ia menjawab: “sesungguhnya anak guruku sedang bermain bersama anak-anak sebayanya di halaman, dan aku berdiri untuk memuliakan guruku.” (Imam Az-Zarmui, 56). Memuliakan guru merupakan bagian dari memuliakan ilmu itu sendiri, dan orang yang tidak memuliakan gurunya sama halnya dia tidak memuliakan ilmu yang sedang ia pelajari tekuni, dan siapa saja tidak memuliakan ilmunya maka sampai kapanpun ia tidak mendapatkan ilmu.
Dalam kitab Alala karya KH. Mustoa Bisri yang menjelaskan bahwa dalam bait/syairnya:
“Ustadzku adalah pembimbing jiwaku dan jiwa adalah bagaikan mutiara, sedangkan orang tuaku adalah pembimbing badanku dan badan bagaikan kerangnya”.
Manusia hidup bukan hanya di dunia, tapi juga akan hidup kekal kelak di akherat, bila di dunia nasab kita adalah kepada mereka yang melahirkan kita, maka di akherat nasab kita adalah mereka yang mengajarkan agama kepada kita, dan kita tahu bahwa hidup di dunia hanya sesaat, sementara hidup di akherat selamanya tanpa ada kematian.
Kita tahu, bahwa kesenangan di dunia adalah palsu, sementara kesenangan di akherat adalah hakiki, maka dari itu seorang guru, ustaz seharusnya harus lebih di utamakan dari orang tua kandung yang (tidak) mengajarkan ilmu agama (selain seorang guru atau ustaz). Namun kita tidak boleh meremehkan peran orang tua dalam perkembangan keagamaan kita, karena tanpa orang tua yang mendukung kita belajar ilmu agama maka tidak akan bisa kita belajar agama pada seorang guru dan ustaz, jadi mereka berdua yakni guru, ustaz dan orang tua kita adalah orang-orang yang wajib kita muliakan kita hormati melebihi siapapun.
Hal ini hanya memberi gambaran kepada kita, dimana letak kemuliaan mereka berdua, bukan bahwa orang tua yang tidak mengajarkan agama terus tidak harus kita muliakan, karena penjelasan mengenai kewajiban menghormati orang tua walaupun mereka kafirpun masih terus senantiasa kita hormati.
Dalam sya’ir yang lain, masih di dalam kitab Alala karya KH. Mustoa Bisri yang menjelaskan bahwa:
“Sesungguhnya benar sekali memberikan hadiah kepada guru untuk setiap satu huruf yang di ajarkannya seribu dirham”.
Ilmu adalah sesuatu yang mulia yang karena mulianya, harta seberapapun banyaknya tidak akan sesuai untuk di bandingkan dengan ilmu, karena hanya ilmulah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Maka jasa seorang guru, usatz adalah jasa yang tidak terkira besarnya dan karena besarnya jasa guru, ustaz dalam mengajarkan ilmu pada kita.
Andaikan guru, ustaz meminta imbalan seribu dirham dari setiap huruf yang di ajarkan, maka hal itu pantas sekali dan wajib kita laksanakan karena merekalah yang menjadikan kita menjadi manusia yang sebenar-benarnya dan menjauhkan kita dari menjadi manusia kosong yang tidak berguna. Tetapi perumpamaan itu tidak lantas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang guru mengajarkan ilmu karena ingin memperoleh harta ataupun materi.
Sesungguhnya yang seorang guru harapkan dan melebihi dari harta adalah rasa hormat dan menghargai kepada guru, ustaz kita. Terlebih jika apa yang telah guru sampaikan dan diterima oleh kita bisa kita amalkan. Sebagaimana yang diungkapkan Ali bin Abi Thalib “Saya menjadi hamba bagi orang yang mengajariku satu huruf ilmu, terserah ia mau menjulaku, memerdekakan atau tetap menjadin aku sebagai hamba”.
Contoh bentuk penghormatan kita pada guru adalah memperhatikan guru, ustaz ketika menyampaikan pelajaran, tidak membicarakan kekurangan atau kejelakannya, senantiasa patuh pada apa yang ia perintahkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam, tidak melintas dihadapannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai bicara kecuali atas izinnya, dan tidak bertanya sesuatu yang membosankannya. Harta tak akan bisa dibawa oleh seorang guru, ustaz ke liang lahat. Tetapi, do’a seorang murid, santri yang mendo’akan gurunya yang telah wafat, maka itu lebih diharapkan oleh semua guru dibanding dengan banyaknya nominal harta serta materi yang diberikan.
Itulah pentingnya seorang pelajar memuliakan gurunya. Memuliakan guru merupakan salah satu jalan kesuksesan setiap para pelajar. Karena itu, tidak heran jika Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah, mengatakan bahwa dirinya adalah budak bagi orang-orang yang pernah mengajarkan ilmu kepadanya, sekalipun hanya satu huruf saja.
===============================
===============================
////////////
Al Husna Mayong, mengelola :
KB IT – TK IT – SD IT – SMP IQ – SMA IQ – TPQ – Ponpes Tahfidh Qur’an – Majlis Ta’lim – Al Husna Mabrur – Al Husna Mart – LAZISNA – MADINA.
////////////
Siapkan Infaq terbaikmu Untuk PEMBANGUNAN MASJID BESAR AL HUSNA Ke :
🏦 Bank Rakyat Indonesia (BRI)
🏧 224001000848561
🏦 Bank Negara Indonesia (BNI)
🏧 1544613546
A/N: PANITIA PEMBANGUNAN MASJID AL HUSNA
Salurkan juga Infaq Untuk Dakwah MEDIA AL HUSNA Ke :
🏦 Bank Rakyat Indonesia (BRI)
🏧 Rek. No. 2240-01-006409-53-5
🏢 a/n. MEDIA AL HUSNA
) Konfirmasi Transfer: wa.me/6289621050552
////////////
Youtube : New Al Husna Official
Facebook : YP3 Al Husna Mayong Jepara
Email : yp3alhusna@gmail.com
Website : www.alhusnainternational.sch.id
////////////
———————————————————


0 comments